Bismillah. Alhmadulillah wa syukrulillah wash shalatu was salamu `ala
rasulillah
Saya teringat 1 hadis yang maksudnya,
"Hikmah itu ialah benda yang hilang dari kalangan orang mukmin, di
mana kamu jumpa ambillah."
Mungkin kita sudah dengar dari ulama-ulama lain tentang hadis ini.
Rasulullah SAW sebut hikmah, Rasulullah SAW tak sebut ilmu yang
hilang, tapi hikmah yang hilang. Setiap istilah ada makna dan
perhatian yang tersendiri. Bila dikatakan ilmu ada makna tersendiri,
bila dikatakan ulama ada makna tersendiri. Begitu juga dengan hikmah
ada makna tersendiri. Orangnya disebut hakim, ada makna tersendiri
lagi. Faqih ada makna tersendiri.
Kalau kita dengar dari ulama-ulama biasa, dia terjemah hikmah itu
ilmu. Hal ini untuk menghalalkan kita belajar di Amerika, Jepun,
Perancis dll. Apa yang berlaku, hikmah itu sendiri sudah hilang. Coba
kita bahas.
1. Hikmah, adalah benda yang hilang di kalangan orang mukmin. Ini
menunjukkan hikmah itu bukan artinya ilmu yang biasa. Kalau ilmu yang
biasa dia tak hilang, dia malah semakin berkembang. Bila dikatakan
hilang, benda yang pernah ada, tapi sekarang sudah tidak ada. Kena cari.
Yang ke-2, mengapa dikaitkan dengan orang mukmin? Dalam maksud hadis
tadi tidak disebut hikmah adalah benda yang hilang dari manusia, tapi
dari mukmin. Dalam Islam, perkataan mukmin itu bila tidak dikaitkan
selepasnya artinya orang bertaqwa. Kalau dikaitkan dengan kata lain
seperti mukmin asi, mukmin bertaqwa, itu lain lagi artinya. Mukmin asi
artinya mukmin jahat. Mukmin bertaqwa artinya ia orang bertaqwa.
Hikmah itu hilang dari orang mukmin artinya ilmu itu pernah ada pada
orang bertaqwa. Ia tak ada pada orang lain, tak ada pada orang kafir,
tak ada pada mukmin asi, bahkan mukmin soleh pun tak dapat, kecuali
mukmin bertaqwa saja yang pernah ada.
Untuk para Rasul, ketika Tuhan akan bagi ilmu wahyu, maka Tuhan
siapkan pada jiwa dan akal mereka, dikatakan fatonah. Bila Tuhan nak
bagi ilmu ilham pada wali, Tuhan siapkan pada akal dan jiwanya hikmah.
Fatonah dan hikmah tak ada istilah yang dapat menggambarkannya, sebab
itu orang terjemah fatonah sebagai cerdik. Itu tidak betul. Tak ada
istilah untuk fatonah. Sebab kalau cerdik disebut
., cerdik sangat
disebut abqori. Ini bukan setakat cerdik atau cerdik sangat, namanya
fatonah. Kerana tak ada istilah, maka diterjemah sebagai cerdik.
Padahal fatonah bukan bermaksud cerdik. Filosof cerdik tapi tak
disebut fatonah. Fatonah ini di luar kebiasaan. Begitu juga hikmah.
Hikmah ini ilmu yang diberi Tuhan kepada wali melalui ilham. Ia
dibawah fatonah. Tapi istilah ini tidak ada maka disebut bijaksana,
sedang bijaksana itu tidak tepat menggambarkan hikmah. Kerana sudah
tidak ada istilah, jadilah, untuk mendekati kefahaman. Rasul untuk
dapat ilmu wahyu dibekalkan fatonah, wali dibekalkan kekuatan hikmah.
Ilmu ini tidak boleh dinilaikan dunia. Macam wahyu, begitu juga dengan
hikmah, bila orang dengar, orang akan dapat iman, dapat taqwa, boleh
mengubah hati orang. Sebab itu bukan disebut ilmu, tapi hikmah.
Kalau kita faham, agak membantu huraian selanjutnya. Dalam Qur'an
Tuhan sebut orang baik yaitu para Rasul dan juga orang jahat seperti
Firaun dan Namrud. Tapi diantara 2 kategori itu, Tuhan sebut Lukmanul
Hakim. Ia bukan Rasul, bukan orang alim. Disebut hakim, jamaknya
hukama. Alim jamaknya ulama. Ilmu yang Tuhan bagi pada Lukmanul Hakim,
merupakan pertengahan antara fatonah dan hikmah, maka Tuhan abadikan
dalam Qur'an.
Terjemahannya,
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman yaitu :
Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersykur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan
barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, "Wahai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah (syirik), sesungguhnya syirik itu
adalah benar-benar kezaliman yang besar.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh (megah).
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan (jangan terlalu cepat, jangan
terlalu lambat) dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai.
Itulah nasehat dari seorang yang dapat ilmu hikmah kepada anaknya.
Lukman bukan pengikut Rasulullah SAW, ia hidup sebelum Rasulullah SAW.
Waktu Lukman cakap tu orang keheranan, sangat luar biasa, sebab Qur'an
belum turun. Kalau pada kita tak heran sebab Qur'an sudah turun, dah
jadi cerita biasa. Tapi 3,000 tahun dulu? Masa tu manalah orang
terfikir syirik tu dosa yang paling besar.
Kemudian Lukman cakap lagi, janganlah kamu berjalan di bumi dengan
megah, hendaklah kamu berjalan dengan sederhana, jangan lambat sangat
jangan cepat sangat. Bagi orang yang belum tahu ilmu wahyu, merasa
luar biasa, sebab ia hanya diberi kepada Rasul.
Sebab tu Tuhan cakap melalui lidah Rasulullah, barang siapa yang
diberi hikmah akan diberi sesuatu yang banyak. Di sini Tuhan tak sebut
ilmu, tapi hikmah. Ilmu untuk ulama lahir, tapi untuk wali disebut
ilmu hikmah, akal dan jiwanya ada hikmah. Kalau Rasul, akal dan
jiwanya ada fatonah.
Mari kita lihat Qur'an, banyak orang salah faham di sini. Tuhan
berfirman yang maksudnya, Hendaklah kamu bertanya kepada ahli zikir
jika kamu tidak mengetahui. Dalam istilah syariat ada perkataan ulama.
Tuhan bila minta manusia rujuk, Tuhan tak kata pula tanyalah ulama.
Tuhan sebut, hendaklah kamu bertanya pada ulama yang takut dengan
Tuhan, atau orang yang hatinya bersama Tuhan, jika kamu tidak
mengetahui. Tuhan tak sebut hendaklah kamu tanya ulama, tapi tanya
pada orang yang hatinya bersama Tuhan. Mengapa?
Kalau tanya ulama ada yang bercelaru. Kalau ilmu itu betul, tapi dia
tidak bertaqwa, cakap dia itu tidak mengetuk hati manusia. Sebab itu
disuruh bertanya pada ahli zikir. Tak salah tanya pada ulama, tapi
orang tak dapat iman atau taqwa. Tapi bila tanya pada orang bertaqwa
akan ada sentuhan hati. Jadi salahlah selama ni kita faham, bila nak
tanya, tanya ulama. Walau secara syariat tak salah, tapi patutnya
tanyalah orang yang hatinya bersama Tuhan. Bila dia cakap jatuh ke
hati, orang dapat iman, dapat taqwa. Sebab itu dalam ilmu syariatpun,
ulama dan faqih dibezakan.
Dalam hadis disebut, barang siapa yang Tuhan hendak jadikan baik, dia
diberi faham tentang agama. Di sini Rasulullah SAW tak kata diberi
ilmu atau ilmu agama. Faqih itu dianggap orang yang sudah dapat
hikmah. Faqih tu mujtahidin, kalau tak mujtahidin dia alim saja. Faqih
dan alim berbeza. Orang yang nak jadi faqih hatinya dibantu Tuhan.
Orang nak jadi ulama tak mesti hatinya dibantu Tuhan. Sebab tu ada
istilah ulama suk, tapi tak ada istilah fuqaha atau hukama suk. Kita
selama ni bertanya pada ulama, patutnya bertanya pada hukama, fuqaha
atau ahli zikir, yaitu ulama yang hatinya sentiasa bersama Tuhan, baru
dapat pimpinan. Fuqaha itu ilmunya mendarah mendaging, di hati, hidup
dalam jiwanya, bukan di akal.
Contoh lain, ud'u ila sabili rabbika bil hikmah. Hendaklah kamu seru
ke jalan Tuhanmu dengan hikmah atau bil hikmah. Tuhan tak kata bil
ilmi, tapi bil hikmah.
Tak betullah kita sebut semua orang boleh berdakwah. Kalau berdakwah
dengan ilmu semua orang boleh. Tapi kesannya tidak ada, yang bahayanya
hasil dakwah itu orang jadi militan, jadi liberal, jadi jemu. Mengapa?
Sebab dia berdakwah dengan ilmu bukan dengan hikmah. Hikmah ini yang
dapat wali saja, kalau Rasul dapat wahyu. Sebab itu mereka yang dapat
hikmah saja layak berdakwah, baru buka hati orang, cas jiwa orang,
orang dapat taqwa. Tapi dakwah sekarang ini menyebabkan haru biru,
berkrisis, sebab para pendakwah bukan ahli hikmah. Sebab itu dikata
siapa dapat hikmah dia dapat sesuatu yang banyak.
Apa maksud hikmah? Payah nak cakap.
Setakat kita nak mudah faham, hikmah adalah ilmu di dalam ilmu. Ilmu
yang tersirat di atas ilmu yang tersurat. Orang yang lain hapal Qur'an
Hadis hanya dapat yang luar saja, yang tersurat saja. Ahli hikmah
dapat ilmu di dalam ilmu sebab dia wali, Tuhan bagi dia ilham. Bila
dia wali, Tuhan bagi dia ilmu hikmah. Mungkin 1 zaman seorang saja.
Nak jadi fuqaha mungkin 1 zaman seorang. Sedang nak jadi ulama ramai.
Sebab tu Rasulullah SAW cakap, bila ilmu ini hilang
1. Orang sudah tak faham kitab
2. Tuhan utus orangnya
3. Banyak orang tak dapat lagi, maka orang tak boleh faham dan tak
boleh sampaikan lagi, sedangkan ilmu itu mahal. dia tak bernilai dunia.
Kalau ada orang yang dapat hikmah, kenalah pergi mencari dia. Sebab tu
rsaw pesan ilmu hikmah ni dah hilang, kalau kamu dapat cari, carilah.
Ulama sudah salah faham, kerana tafsirkan hikmah sebagai ilmu, maka
dicarilah di mana-mana, mereka cari ke Amerika, Perancis, Jepun dan
lain-lain. Ilmu itu bernilai dunia, di sisi Tuhan tak bernilai 1 sayap
nyamuk pun. Mengapa Rasulullah SAW suruh cari. Itulah hujjahnya bahwa
yang dimaksud bukan ilmu tapi hikmah. Ia hanya boleh didapat oleh
wali, kita kena cari benda yang sudah hilang ni, dia mahal, bernilai
Akhirat, tidak bernilai dunia.
Sekian.
Subhanallaah..terima kasih atas ilmu yang bermanfaat... :)
ReplyDelete