Tuesday, July 12, 2011

MENCAPAI DERAJAT WALI

Oleh Drs. H. ENTANG MUCHTAR Z.A.

CERITA tentang "wali" sepertinya sarat dengan kesaktian-kesaktian dan pertapaan. Seorang "wali"dipercaya bisa menghilang, berjalan di atas air, bahkan bisa mengubah suatu benda menjadi bentuk lain. Seperti buah aren bisa diubah menjadi emas. Sementara itu, pertapaan dan bertapa dipercaya
sebagai cara dan tempat untuk mendapatkan "kesaktian" itu.

Dipilihnya tempat-tempat yang sunyi, jauh dari keramaian orang banyak, seperti tempat kuburan, dibawah pohon yang tinggi dan rindang, bahkan di atas batu yang besar. Di tempat-tempat seperti itulah ia menyendiri dengan konsentrasi yang tinggi untuk tidak dapat digoda oleh godaan-godaan,
baik lahir maupun batin.

Bahkan, ada cerita lain tentang orang yang dipercayai sebagai "wali", yaitu bahwa ia setiap salat Jumat tidak hadir di masjid jami yang biasa dipakai untuk salat Jumat. Ia tetap tinggal di kamar rumahnya. Ketika ditanyakan, kenapa ia tidak salat Jumat? Maka, jawabannya, secara lahir
memang ia kelihatan tidak hadir di masjid, tetapi secara batin ia melaksanakan salat Jumat di Masjidil Haram Mekah. Demikianlah. Memang cukup "sakti" wali itu.

Cerita tentang "kesaktian" wali seperti tadi memang sudah telanjur dipercayai sebagian besar umat Islam di negeri ini. Dengan demikian, untuk mencapai derajat "wali" sungguh sangat berat. Tidak sembarang orang bisa menjadi "wali". Oleh karena itu, jumlah "wali" di Indonesia tidak berubah,
tetap saja sanga. Padahal, jika memperhatikan firman Allah dalam Alquran, rasanya untuk mencapai derajat "wali" tidaklah seberat itu.

Seperti dalam surat Yunus ayat 62-64, Allah berfirman yang ertinya, "Ingatlah! Bahwa sesungguhnya wali-wali Allah itu adalah mereka yang tidak punya rasa takut dan tidak juga bersedih. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Mereka sudah mendapatkan berita gembira baik di dunia maupun untuk nanti di akhirat, sama sekali tidak akan ada pergantian terhadap keputusan Allah dan itulah keberuntungan yang besar."

Bahkan, dalam sebuah hadis qudsi, Allah telah memberikan petunjuk praktis yang jelas dan bisa dikerjakan oleh setiap mukmin yang mempunyai keinginan untuk menjadi "wali Allah", tanpa kecuali. Dalam hadis qudsi itu Allah berfirman, "Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, Aku akan mengumumkan perang dengan orang itu. Tidakkah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-
Ku dengan mengerjakan amal-amal yang Aku senangi, di antara amal-amal yang Aku fardukan dan tidaklah juga hamba-Ku itu terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengamalkan amalan-amalan tambahan, yaitu nafilah (sunat) sehingga Aku mencintainya dan apabila Aku sudah mencintainya, Akulah yang memelihara pendengarannya ketika ia mendengar, Akulah yang memelihara penglihatannya ketika ia melihat, Akulah yang memelihara tangannya ketika ia berbuat, dan Akulah yang memelihara kakinya ketika ia berjalan. Apabila ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya dan apabila ia memohon perlindungan kepada-Ku, Aku akan melindunginya."

Petunjuk Allah SWT. tentang tahapan-tahapan amal yang mesti dikerjakan oleh semua hamba-Nya yang ingin sampai ke derajat "wali" sangatlah jelas. Bisa dikerjakan oleh semua orang yang beriman. Tahapan amal yang pertama, mengerjakan amal-amal yang difardukan oleh Allah sesempurna mungkin. Salat yang lima kali, saum di bulan Ramadan, zakat, dan haji. Semua yang fardu itu dikerjakan secara tertib, tepat waktu, tepat kaifiyat (cara) dan kekhusyukannya.

Kemudian, jika yang fardu sudah dikerjakan dengan baik, ditambah dengan mengerjakan amalamal yang nafilah (sunat) secara kontinu. Karena memang setiap amal yang difardukan selalu disertai amal yang nafilah (sunat). Ada salat sunat, saum (puasa) sunat, sedekah, sebagai sunat dari zakat dan sunat haji, yaitu umrah. Jika semua amal-amal yang sunat itu sudah dikerjakan secara mudawamah (kontinu), sebagai tambahan bagi yang fardu, amal-amal itulah yang bisa mengantarkan ke derajat "wali Allah".

Jika sudah menjadi "wali", Allah akan membelanya dari segala gangguan musuh-musuhnya yang mengancam padanya. Jika sudah ada pembelaan dari Allah, "kesaktian" akan bisa dimiliki. Walaupun, "kesaktian"-nya itu tidak bisa menjadikan ia bisa menghilang, berjalan di atas air, dan tidak juga bisa mengubah batu menjadi emas. Selain itu, apabila ia berdoa, doanya akan dijawab dan apabila ia memohon perlindungan, Allah akan memberi perlindungan. Jika sudah mendapat pembelaan dari Allah, doa sudah dijawab, dan mendapat perlindungan dari Allah, pantas bagi seorang "wali" Allah tidak akan punya rasa takut dan tidak merasa sedih. Tidak takut untuk
mengatakan yang benar, sekalipun di hadapan penguasa yang zalim dan tidak juga bersedih untuk meratapi kegagalan dalam perjuangan.

Semua fardu di bulan Ramadan, kemudian ditambah dengan saum-saum sunat secara kontinu,itulah salah satu amal yang bisa mengantarkan ke derajat "wali". Di saat melaksanakan saum, demi kesempurnaan dan diterimanya oleh Allah sebagai suatu pengabdian kepada-Nya, yang dipelihara
tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mampu memelihara pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki dari segala pekerjaan yang tidak baik. Demikian juga seorang hamba, apabila sudah sampai ke derajat "wali", pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki sudah
dipelihara oleh Allah dalam penggunaannya. Dengan demikian, ia akan mendapatkan dan merasakan adanya "kesaktian".

Kisah tentang sahabat Nabi dalam sebuah peperangan yang melemparkan batu berikil ke arah musuhnya yang kafir. Ternyata hanya dengan lemparan batu kecil, orang kafir itu bisa mati dan terkalahkan. Sahabat sendiri kaget dan bertanya-tanya, mengapa lemparan batu kecil itu bisa menjadi sebab kematian si kafir? Kemudian, Allah menjelaskan dengan firman-Nya, "Bukanlah
kamu yang menembak, di saat kamu menembak, tetapi Allah-lah yang menembak." Itulah "kesaktian" yang diberikah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang telah menjadi wali-Nya. Betulbetul "kesaktian" dari Allah. Bukan dari setan. ***


SIFAT-SIFAT YANG LUAR BIASA
(Kisah Zainul Abidin bin Husain)

Penyair Al-Farazdaq bermadah :

“Dia adalah putera hamba Allah yang paling mulia
Dia orang yang takwa, suci dan seorang pemimpin
Dialah yang jejaknya diketahui oleh warga Makkah
Dikenali oleh Kaábah, bukit dan Masjidilharam
Jika dia mahu mencium Hajar Aswad
Hampir sahaja Batu itu bergerak menyambut tangannya”

Zainal Abidin bin Husain bin Ali adalah salah seorang dari keturunan Rasulullah SAW. Beliau terkenal sebagai orang alim, khusyu’, wara’, zuhud dermawan, soleh dan lain-lain sifat terpuji.

Diriwayatkan bahawa beliau mengerjakan solat sunat sehingga seribu rakaat setiap hari dan malam. Setiap malam beliau bangun mengerjakan solat tahajjud, tidak pernah satu malam pun yang ditinggalkannya, samada ketika berada di rumah atau di dalam perjalanan. Satu perkara lagi yang
menarik pada diri Zainal Abidin ini ialah apabila beliau berwuduk, mukanya menjadi pucat kerana ketakutan. Dan apabila sudah berdiri untuk solat tubuhnya gementar ketakutan luar biasa.

“Mengapa engkau jadi demikian wahai cucu Rasulullah?” tanya orang yang menyaksikan.

“Apakah engkau tidak tahu di hadapan siapakah aku berdiri?” jawabnya.

Pernah beliau ketika berada di dalam rumah, tiba-tiba rumah itu terbakar. Sedangkan beliau sedang bersujud di dalamnya tanpa memperdulikan api yang marak. Orang ramai yang ada di situ merasa cemas dan bingung.

“Wahai putera Rasulullah! Kebakaran...Kebakaran!” teriak orang ramai.
Namun beliau tidak mahu mengangkat kepalanya sehingga api berhasil dipadamkan. Dan apabila mengangkat kepalanya, beliau berkata: “Perasaan takut pada api yang lebih besar (neraka) menyebabkan aku tidak takut pada api kebakaran itu.”

Zainal Abidin adalah seorang yang sangat dermawan dan suka bersedekah. Akan tetapi dia bersedekah secara sembunyi-sembunyi. Diceritakan bahawa di Madinah, ada beberapa keluarga miskin dan tidak mempunyai pekerjaan. Tetapi mereka sentiasa dapat mencukupi keperluan hariannya tanpa memintaminta.

Tidak ada yang tahu dari mana mereka memperolehi nafkah. Suatu hari, tersiarlah berita bahawa Zainal Abidin Putera Rasulullah SAW telah wafat. Dan sejak kewafatannya itu, orang-orang miskin yang tadinya dapat menyara hidupnya, sekarang kehilangan sumber pendapatan.

Setelah dikaji, ternyata putera Rasulullah SAW itu keluar setiap malam dan meletakkan barang keperluan harian di pintu-pintu orang miskin tadi. Kerana beliau bersedekah dengan cara itu, maka ramai yang menyangka bahawa beliau adalah seorang yang bakhil/kedekut, kerana tidak pernah kelihatan
memberikan sedekah atau derma.

Zainal Abidin berkata: “Aku sangat hairan terhadap manusia yang bersifat sombong, padahal dia mengetahui bahawa dirinya tercipta dari setitis air mani. Dan dia mengetahui pula bahawa dirinya kelak akan menjadi benda yang kering kontang tanpa harga lagi. Aku sangat hairan dan ajaib terhadap manusia yang ragu terhadap Allah SWT, sedangkan dia menyaksikan dengan nyata terhadap ciptaanNya. Aku juga sangat hairan terhadap manusia yang mengingkari hari dibangkitkannya di akhirat nanti, sedangkan dia
menyaksikan sendiri hari dia mula-mula dilahirkan. Aku sangat hairan terhadap orang yang bertungkuslumus dalam mengerjakan perkara-perkara dunia, alam yang sementara ini, tetapi dia tidak mahu berbuat
apa-apa untuk persediaan hari akhirat yang kekal abadi.

Muhammad Al-Baqir bin Zainal Abidin berkata: “Ayahku berwasiat kepadaku : “Janganlah engkau bersama lima golongan manusia, jangan berbual dan jangan menjadikannya sebagai teman dalam perjalanan.

Yang pertama, jangan bersahabat dengan orang jahat kerana dia boleh jadi akan menjual kamu dengan hanya kerana ingin mendapatkan makanan atau barang yang lebih sedikit lagi dari itu.”

Lantas aku bertanya : “Wahai ayahanda! Apakah yang lebih sedikit lagi itu?”
Beliau menjawab : “Dia mengharapkan sesuatu dari persahabatan itu, akan tetapi teryata tidak mendapatkan apa-apa.”

Yang kedua, janganlah engkau bersahabat dengan orang bakhil, kerana dia tidak mahu memenuhi keperluanmu jika kamu dalam keadaan terdesak.

Yang ketiga, janganlah engkau bersahabat dengan orang pendusta, kerana dia adalah persis fatamorgana (yang dari jauh bayang-bayang itu disangka air oleh orang yang haus, tetapi apabila didekati ternyata tidak ada) yang membuat jauh perkara yang dekat dan membuat dekat perkara yang jauh.

Yang keempat, jangan bersahabat dengan orang yang bodoh, kerana kelihatannya akan memberikan manfaat, tetapi memberikan mudarat.
Yang kelima, jangan bersahabat dengan orang yang memutuskan diri dengan keluarganya, kerana di dalam Al-Qurán orang ini dikutuk 3 kali.”

Pada suatu hari ada seorang lelaki mengata-ngata Zainal Abidin sedangkan lelaki berkenaan berdusta.

“Jika aku adalah seperti yang engkau perkatakan itu, maka aku akan mohon ampun kepada Allah SWT.

Dan jika aku tidak seperti yang kau ucapkan itu, maka mudah-mudahan Allah mengampunkan engkau” kata Zainal Abidin.

Mendengar itu, lelaki tersebut segera memohon maaf kepada beliau dan mencium kepalanya.

“Sebenarnya, engkau tidak seperti apa yang aku ucapkan. Maka mohonlah ampun kepada Allah untukku” kata lelaki itu.

“Semoga Allah SWT mengampunkan dosamu” kata Zainal Abidin.

“Allah lebih Maha Mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” kata lelaki itu lagi.

Zainal Abidin memiliki seorang hamba sahaya yang berkhidmat kepadanya. Pada suatu hari, khadam itu membawa alat pembakar daging yang masih panas untuk tetamu beliau. Rupanya, si khadam itu terlalu terburu-buru sehingga api itu terjatuh dari tangannya dan mengena kepada anak Zainal Abidin yang masih kecil dan mengakibatkan kematian anak itu. Walau demikian, beliau tidak sedikit pun marah, bahkan hamba itu dimerdekakannya tanpa membayar apa-apa tebusan.

“Sekarang engkau merdeka, kerana engkau tidak sengaja dalam hal ini.” Kata beliau. Kemudian beliau menguruskan mayat anaknya dengan tenang dan sabar.
Demikianlah sedikit sebanyak kekuatan rohani yang luar biasa di kalangan ahli bait/keturunan Rasulullah SAW yang dapat direnungkan bersama.

Wallahu-a’lam bissawwab....
Karangan Syaikul Imam Abdullah bin Asad Ali bin Sulaiman bin Fallah Al-Yafii, AlYamany Asy-Shafii



KISAH – KISAH PARA WALI-WALI ALLAH

Ini adalah kisah Wali Allah yang dituduh mencuri seperti diceritakan oleh Zin-Nun rahimahullah. Suatu waktu, saya naik kapal laut menyeberangi lautan untuk mencari barang yang saya perlukan. Kapal ini penuh dengan orang-orang asing yang hendak kembali kekampung halamannya. Tidak sengaja saya melihat seorang pemuda yang sangat tampan, dan wajahnya bersinar. Duduknya sangat tenang tidak seperti penumpang lain yang mondar mandir karena penat. Setelah beberapa saat mengarungi lautan, kemudian terdengar pengumuman dari awak kapal, bahwa Nahkoda Kapal kehilang barang yang sangat berharga, dan akan dilakukan pemeriksaan pada setiap penumpang, untuk itu para penumpang diharap duduk semua ditempatnya masingmasing.
Saya sebenarnya merasa heran, bagaimana mungkin Nahkoda kapal itu dapat
kehilang barangnya, kalau tercecer rasanya mungkin tetapi kalau kecurian? “Para Penumpang silahkan duduk. Kami akan memulai pemeriksaan.”, demikian pengumuman diserukan oleh awak kapal. Maka dimulailah pemeriksaan. Satu persaru para penumpang diperiksa dengan seksama oleh awak kapal. Tetapi setelah hampir semua diperiksa, barang yang hilang tersebut juga belum ditemukan, sampai akhirnya pemuda yang tampan itu tiba gilirannya untuk diperiksa. Karena pemuda itu yang terakhir diperiksa,
maka para awak kapal memeriksanya dengan kasar, mungkin pikirannya mereka,
Ah…rasanya dialah yang mengambilnya, karena hanya dia yang belum diperiksa.
Sipemuda protes, karena merasa dikasari, dan melompat kepinggir kapal sambil berkata:

“Bukan saya pencurinya, kenapa kasar begitu?” Para awak kapal makin curiga, karena hanya pemuda itulah satu-satunya yang membantah dan mengejarnya serta berusaha menangkap sipemuda. Akhirnya karena kepepet sipemuda akhirnya melompat kelaut.

Para penumpang berteriak terkejut dan ketakutan, kemudia semua melihat kearah pemuda tersebut menerjukan dirinya. Sekali lagi mereka terkejut, ternyata dilautan pemuda tersebut tidak tenggelam bahkan duduk diatas permukaan laut seperti layaknya duduk dilantai. Kemudian pemuda itu berteriak dengan keras: “Ya Allah, mereka semua telah menuduhku sebagai pencuri ! Demi ZatMu, wahai Pembela yang teraniaya, perintahkanlah agar ikan-ikan yang ada dilaut ini dimulutnya membawa permata berharga
!!” Tak lama kemudian para penumpang dan awak kapal melihat sekumpulan ikan keluar dari dalam lautan dan dimulutnya tampak batu-batu permata berkilauan. Dengan kuasa Allah, ribuan ikan seperti pasir saja layaknya mengelilingi sipemuda dengan membawa permata yang sangat berharga dan besar-besar. Semua yang melihatnya menjadi silau dan berteriak menepukkan tangannya kepada sipemuda. Saya tercengang dan tidak dapat berkata-kata, begitupun dengan para awak kapal, mereka jadi bingung merasa bersalah. “Apakah kalian masih menuduhku, sedangkan harta Allah ada didepanku dan dapat saja kuambil dengan mudah?” Teriak sipemuda kepada kami semua. Kemudian pemuda tersebut menyuruh ikan-ikan tersebut kembali ketempatnya, dan kilauan pasir permata yang tadi ada tiba-tiba menghilang kembali menjadi lautan biasa. Sipemuda berdiri diatas air dan berjalan secepat kilat menjauhi kapal sambil mulutnya terus mewiridkan:

“Hanya kepadaMulah aku menyembah, dan hanya kepadaMu aku memohon”
Al-Fatihah: 4.

Saya tidak menduga kalau pemuda ini ialah termasuk para wali Allah
seperti yang diterangkan oleh Rasulullah saw.: “Akan tetap ada dalam umatku sebanyak 30 lelaki, hati mereka sama dengan Nabi Ibrahim AS, setiap mati seorang diantara mereka, maka akan diganti Allah orang lain ditempatnya.”



KISAH WALI ALLAH YANG SOLAT DI ATAS AIR


Sebuah kapal yang sarat dengan muatan dan bersama 200 orang temasuk ahli
perniagaan berlepas dari sebuah pelabuhan di Mesir. Apabila kapal itu berada di tengah lautan maka datanglah ribut petir dengan ombak yang kuat membuat kapal itu terumbangambing dan hampir tenggelam. Berbagai usaha dibuat untuk mengelakkan kapal itu dipukul ombak ribut, namun semua usaha mereka sia-sia saja. Kesemua orang yang berada di atas kapal itu sangat cemas dan menunggu apa yang akan terjadi pada kapal dan diri mereka. Ketika semua orang berada dalam keadaan cemas, terdapat seorang lelaki yang sedikitpun tidak merasa cemas. Dia kelihatan tenang sambil berzikir kepada Allah S.W.T. Kemudian lelaki itu turun dari kapal yang sedang terumbang-ambing dan berjalanlah dia di atas air dan mengerjakan solat di atas air. Beberapa orang peniaga yang bersama-sama dia dalam kapal itu melihat lelaki yang berjalan di atas air dan dia berkata, "Wahai wali Allah, tolonglah kami. Janganlah tinggalkan kami!" Lelaki itu tidak
memandang ke arah orang yang memanggilnya. Para peniaga itu memanggil lagi, "Wahai wali Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami!" Kemudian lelaki itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya dengan berkata, "Apa hal?" Seolah-olah lelaki itu tidak mengetahui apa-apa. Peniaga itu berkata, "Wahai wali Allah, tidakkah kamu hendak mengambil berat tentang kapal yang hampir tenggelam ini?" Wali itu berkata, "Dekatkan
dirimu kepada Allah." Para penumpang itu berkata, "Apa yang mesti kami buat?" Wali Allah itu berkata, "Tinggalkan semua hartamu, jiwamu akan selamat." Kesemua mereka sanggup meninggalkan harta mereka. Asalkan jiwa mereka selamat. Kemudian mereka berkata, "Wahai wali Allah, kami akan membuang semua harta kami asalkan jiwa kami semua selamat." Wali Allah itu berkata lagi, "Turunlah kamu semua ke atas air dengan
membaca Bismillah." Dengan membaca Bismillah, maka turunlah seorang demi seorang ke atas air dan berjalan menghampiri wali Allah yang sedang duduk di atas air sambil berzikir. Tidak berapa lama kemudian, kapal yang mengandungi muatan beratus ribu ringgit itu pun tenggelam ke dasar laut. Habislah kesemua barang-barang perniagaan yang mahal-mahal terbenam ke laut. Para penumpang tidak tahu apa yang hendak dibuat, mereka berdiri di atas air sambil melihat kapal yang tenggelam itu. Salah seorang

daripada peniaga itu berkata lagi, "Siapakah kamu wahai wali Allah?" Wali Allah itu berkata, "Saya ialah Awais Al-Qarni." Peniaga itu berkata lagi, "Wahai wali Allah, sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat harta fakir-miskin Madinah yang dihantar oleh seorang jutawan Mesir." Wali Allah berkata, "Sekiranya Allah kembalikan semua harta kamu, adakah kamu betul-betul akan membahagikannya kepada orang-orang miskin di Madinah?" Peniaga itu berkata, "Betul, saya tidak akan menipu, ya
wali Allah." Setelah wali itu mendengar pengakuan dari peniaga itu, maka dia pun mengerjakan solat dua rakaat di atas air, kemudian dia memohon kepada Allah S.W.T agar kapal itu ditimbulkan semula bersama-sama hartanya. Tidak berapa lama kemudian, kapal itu timbul sedikit demi sedikit sehingga terapung di atas air. Kesemua barang
perniagaan dan lain-lain tetap seperti asal. Tiada yang kurang. Setelah itu dinaikkan kesemua penumpang ke atas kapal itu dan meneruskan pelayaran ke tempat yang dituju.

Apabila sampai di Madinah, peniaga yang berjanji dengan wali Allah itu terus menunaikan janjinya dengan membahagi-bahagikan harta kepada semua fakir miskin di Madinah sehingga tiada seorang pun yang tertinggal.
Wallahu a'alam."

No comments:

Post a Comment